Jumat, 13 Maret 2020

Sarasah Murai, Lembah Harau Sisi Lain

  Annyeong chingudeul   Sudah 7 bulan kita berada di tengah pandemi, dan gue kayak useless selaku insan, 7 bulan berlangsung tanpa makna   tetapi tanpa adanya pandemi-pun kehidupan gue bakalan kayak gitu aja. What should i do with my life? . Perbedaan mendasar yang gue rasakan ialah ketidak bebasan gue untuk keluar masuk kawasan orang lain, itu aja. Bagi beberapa orang, di tengah pandemi mirip kini ini sudah pasti mengalami kerugian yang sungguh besar, tetapi gue, bodo amat sama persoalan orang lain, bukan problem gue dan selama tidak bekerjasama dengan kelayakan hidup gue, gue gak bakal peduli. **Se_tidak peduli itu kah gue dengan kehidupan orang lain?** ***gue rasa gue peduli, tetapi pretending to be not care with others ***   No matter what happened in our life lately , gue butuh liburan, sumpah. Tapi gue tidak mengecewakan “aware” sama pandemi ini, gue gak mau keluar kawasan sebab gue gak mau “menjemput” Corona buat keluarga gue atau orang-orang disekeliling gue. Gue menentukan untuk tidak egois, namun endingnya mengorbankan kesehatan batin gue yang terpenjara aktivitas yang unfaedah.   Payakumbuh dan Limapuluh Kota ialah salah satu surganya wisata alam di Sumatera Barat, gue salah satu warga Limapuluh Kota. So , kenapa gue mesti memikirkan kawasan   piknik yang jauh didaerah lain sedangkan di tempat gue sendiri ada beragam daerah rekreasi. Tapi arogansi gue senantiasa muncul karena gue merasa seluruh daerah rekreasi Payakumbuh dan Limapuluh Kota pernah gue jamah. Itu Cuma perasaan gue aja, gue tau. Kenyataannya ada banyak hidden tourist spot didaerah ini yang bahkan gue gak tau keberadaannya.   Salah satu kawasan rekreasi hype di Limapuluh Kota yakni Lembah Harau. Setiap orang yang pernah berkunjung ke Payakumbuh atau Limapuluh Kota bisa ditentukan mendatangi kawasan rekreasi ini. Bagi gue pun, lembah harau merupakan daerah wisata yang sungguh lumrah, bagi gue udah gak menarik alasannya gue mengunjungi kawasan ini berkali-kali.   But wait , lembah harau juga punya hidden tourist spot yang gue yakin gres dikunjungi oleh orang lokal atau beberapa orang yang di- guide -in warga setempat. Namanya Sarasah Murai. Sempat happening dikalangan warga Limapuluh kota dan Payakumbuh beberapa tahun yang kemudian, tetapi bagi gue, Sarasah Murai ini yaitu salah satu tempat baru yang “harus” gue datangi.   Sarasah murai adalah salah satu air terjun yang terdapat di lembah harau. Dulu katanya, di jeram ini burung-burung murai sering bertengger dan bercengkrama disana, makanya warga lokal menamai gerojokan ini dengan sarasah murai. Menurut google sih gitu.   Sarasah murai berlokasi di pedalaman lembah harau, lokasi persisnya silahkan google maps yaak.. hahaha.. i’m sorry ‘cause i’m a bad tour guide , alasannya adalah gue buta alamat dan sukar menerangkan rincian suatu alamat. Sedikit gambaran lokasinya, sehabis memasuki gerbang menuju lembah harau, kemudian tinggalkan jalan lurus tersebut, mentok dipersimpangan, pilih arah kiri, dan lurus hingga chingudeul menjumpai tanjakan terjal. And be calm , gak sampe tanjakan itu kok, sebelum tanjakan, chingudeul bakalan ketemu jalan kecil arah kanan. If you are not sure, ask me to bring you there. If i’m available, i will bring you there , dengan syarat kalo gue gak lupa sama alamatnya   Untuk keadaan jalannya sendiri, sama kayak hidup gue, kadang mulus kadang bergelombang, kadang bisa bergerak kencang, kadang mesti melambat, tapi kita gak boleh nyerah alasannya adalah kalau mengalah kita gak bakalan sampai ke tujuan. *hahaha, apaan sih gue??**. Tapi ini serius, kita mesti melewati jalan aspal, jalan berkerikil, dan jalan tanah. Sesampainya di daerah parkir, kita gak otomatis hingga ke tujuan, kita mesti melewati jalan tanah lagi dengan berlangsung kaki sebab tidak mampu memakai kendaraan bermotor. Berjalan sekitar 8-10 menit, mungkin. Tergantung kecepatan chingudeul, gak terlalu jauh dan gak terlalu deket juga, gue lupa ngukur waktu tempuh untuk berjalan kaki.   Setelah berjalan kaki dari tempat parkir, Vooallaaaa... Sarasah Murai ada di depan mata lo, dan itu indaaahhh...layaknya gerojokan lainnya, tetapi gue rasa, ini ialah pertama kalinya gue liat teladas seperti ini. Untuk lokasinya sendiri, menurut gue gak terlalu luas, tetapi beruntungnya, pengunjung gak disana tidak terlampau ramai.   Sesampainya disana silahkan lakukan hal yang layak untuk dikerjakan sesuai dengan kaidah yang berlaku tentu saja. Jangan lupa berfoto sebelum seluruh tubuh basah 'cause it having a good   background.   Sesampainya gue disana, debit air lumayan terorganisir, tidak deras, i think it was perfect . Gak perlu takut untuk gak mampu berenang alasannya adalah disana we don’t need swimming’ skill . Yang mesti diamati adalah tingkat kehati-hatian kita di saat melangkahkan kaki alasannya di sekitar bak  full of stones yang menurut gue gak begitu licin. Hal ini membuktikan bahwa watu-batuan disana sering dijamah sehingga lumut-lumut yang mampu menimbulkan kerikil licin tidak bisa tumbuh. Jangan lupa bawa sendal karet atau sendal gunung untuk perlindungan kaki kita dari bebatuan, sebab bagi gue tidak mengecewakan menyakitkan untuk injak kerikil-batuan dengan kaki telanjang.   gue, menyatu dengan alam, berkamuflase Enjoy the view   Yang perlu diperhatikan adalah tidak ada orang yang berdagang makanan di area jeram. Dan itu yaitu tanggung jawab kita untuk menemukan makanan masing-masing sehabis kedinginan bermain di bawah penderasan. Beruntungnya, kami menjinjing bekal masakan yang cukup untuk makan, sehingga kami terselamatkan. Kekurangan tempat ini adalah ketersediaan daerah untuk makan yang sangat minim. Kami makan di daerah yang seadanya, hampir bergabung dengan beberapa sampah-sampah.   Kesalahan pengunjung yang belum bisa gue pahami hingga sekarang yakni tingkat awareness masyarakat kepada kepedulian mereka akan sampah. Gak sukar kok bawa sampah kita keluar dari area wisata, bagi gue. Kenapa ya masyarakat kita gak mampu aware sama sampah? Segitu susahnya kah buat keep sampah masing-masing? Be smart gais      
Sumber https://gaeguristory.blogspot.com


EmoticonEmoticon