Selasa, 17 Maret 2020

#Covidbukanaib

Annyeong chingudeul   Virus Corona telah menyebar dimana-mana. 213 negara di dunia terjangkit virus ini. Di Indonesia sendiri telah lebih dari 7000 orang terserang virus corona. Dan kemaren, 24 April 2020, Wali Kota Payakumbuh, mengumumkan pasien nyata Corona pertama di Payakumbuh. Payakumbuh, kota kecil kawasan gue beraktifitas. Ternyata Corona telah mulai melebarkan terjangannya ke kawasan kecil gue.   Haruskah kita ketakutan?   Kebanyakan orang-orang cuma ketakutan dengan virus ini tanpa melakukan tawaran-usulan yang sudah disuarakan oleh pemerintah ataupun gugus tugas penanganan Covid-19 ini. Contohnya, melaksanakan basuh tangan yang tidak cocok prosedur basuh tangan sebaiknya, alasannya, basuh tangan minimal 20 detik, terlalu lama atau masih banyaknya orang- orang keluar rumah tanpa ada permasalahan yang penting.   Yang dilakukan orang-orang ketika mengetahui sudah ada pasien nyata Corona di Payakumbuh yaitu sibuk berbagi gosip ini tanpa tau isu yang benar atau sekedar hoax. Mereka juga membuatkan foto dan identitas lengkap orang yang terserang tersebut. Mungkin maksud mereka yaitu untuk “waspada” kalau pernah berinteraksi dengan orang tersebut.   Dengan penyebaran gosip seperti itu, pernah gak “para penyebar” isu memikirkan perasaan mereka yang terserang. Seakan-akan mereka yakni DPO yang harus dijauhi dan di takuti.   Reaksi-reaksi yang dijalankan masyarakat terkesan seperti positif Corona yaitu sebuah aib yang mesti di hujat dan harus disembunyikan serta ditakuti. Padahal, dengan reaksi penduduk yang mirip itu, bisa menyebabkan cemas yang lebih dimasyarakat. Masyarakat takut untuk demam, batuk, bersin dan memeriksakan kesehatannya ke tempat tinggal sakit. Mereka malu dengan reaksi reaksi itu, yang seakan-akan, terinfeksi Corona merupakan suatu penyakit yang hina, justru hal itu bisa memperparah penyebaran Corona itu sendiri.   Jika penduduk yang demam atau memberikan tanda-tanda Corona dan   mereka menyembunyikan gejala tersebut dan tidak memeriksakan kesehatannya, jikalau “ternyata” mereka konkret terjangkit Corona, dan mereka masih tetap berinteraksi dengan orang-orang sekitar, bisa menjadikan penularan terhadap orang lain tersebut.   Menurut gue, jika ada orang yang memberikan gejala Corona, segera ajak untuk memeriksakan kesehatan atau menginformasikan petugas medis yang mengatasi problem ini. Jangan pandang sebelah mata atau seperti jijik melihat mereka yang bergejala seperti Corona.   Berikan advice-advice dan keinginan yang konkret. Tidak ada salahnya bila kita berpikiran aktual, walaupun kita tidak pernah tau bagaimana reaksi tubuh terhadap suasana ini.   Pola pikir yang berkembang dimasyarakat yaitu “jika terjangkit virus Corona, dan jikalau telah diisolasi memiliki arti itu ialah hari terakhir kita akan bertemu dengan orang tersebut”. Padahal, pertanggal 24 April 2020, lebih dari 1000 orang sudah sembuh dari serangan virus ini. Artinya, jika terserang, kita mampu sembuh. Walaupun belum ada vaksin ataupun obatnya, setidaknya dengan perawatan sebagaimana mestinya bisa menyembuhkan penyakit ini. Dan paling penting, mohon santunan dari Tuhan.   Masyarakat Indonesia pada umumnya lebih konsentrasi terhadap jumlah pasien meninggal ketimbang pasien yang sembuh. Gue akui, Indonesia juga memiliki pasien meninggal yang banyak. Tapi kenapa kita tidak ber-fokus terhadap suatu yang nyata (sembuh) daripada hal negative?.   Pasien meninggal lebih cepat terhitung dibandingkan pasien sembuh alasannya penyembuhan Corona ini mengkonsumsi waktu yang lebih lama   bisa 10 hari, 15 hari, 20 hari bahkan lebih. Sedangkan untuk pasien meninggal, bila daya tahan kau tidak mampu defense sama virus ini lagi, ya.. mampu meninggal dan itu mampu 10 hari setelah diagnosa, 5 hari atau bahkan lebih singkat dari itu. Langkah lain yang mesti kita kerjakan yakni HENTIKAN MEMBACA ATAU MENONTON INFORMASI-INFORMASI  ATAU BERITA YANG SUMBERNYA TIDAK JELAS . Karena berita-info yang tidak ada sumber tentu saja tersebut lebih toxic ketimbang virus itu sendiri, dan lebih menyebabkan panik dimasyarakat.   Gue, tidak terlalu memperhatikan kemajuan gosip perihal covid-19, karena gue gak mau ikutan panik yang tidak berargumentasi jikalau membaca atau mendengar informasi yang kerap kali cuma untuk “mengoptimalkan” rating sebuah platform.   Gue Cuma focus dengan pasien sembuh, pasien kasatmata, meninggal dan sudah sampai taraf mana penyebaran virus ini. Gue melakukan physical distancing, social distancing, #dirumahaja, kalaupun gue diharuskan untuk keluar rumah dan bertemu orang, gue pakai masker, sesampai dirumah, mandi. Dan sebisanya gue selalu basuh tangan selayaknya. Makan yang terencana, istirahat yang cukup. Terakhir, gue berserah diri kepada Tuhan. Selama kita telah melakukan usaha semaksimal mungkin, terakhir yaitu berserah diri. Allah knows best for us.   Gue sangat sadar virus ini sungguh berbahaya. Tapi gue Cuma bersikap hening dan tidak panik dari Corona attack ini. Karena dengan kita bersikap cemas dan takut justru bisa menimbulkan imunitas menurun dan mudah untuk tertularkan. Just be aware and little bit ‘Chill, masalah solve.   Corona virus disease bukan aib, jangan perlakukan seseorang yang terserang virus ini seolah-olah sudah melaksanakan suatu tindakan dosa. Gue yakin, gak ada 1 orang pun yang ingin terjangkit virus ini. Walaupun orang-orang tersebut tidak melakukan proposal-proposal pemerintah.   “Apa impian lo?” “Kena corona”   Gue yakin percakapan itu gak pernah ada di kehidupan yang serius.   Yok. Support mereka yang terjangkit virus. Jangan anggap remeh virus, jangan anggap remeh orang terserang, ini bukan dosa, itu bukan malu. #CovidBukanAib
Sumber https://gaeguristory.blogspot.com


EmoticonEmoticon