Kepulauan Riau (disingkat Kepri) adalah sebuah provinsi yang ada di Indonesia dengan Ibu kotanya Kota Tanjungpinang. Provinsi ini termasuk provinsi kepulauan di Indonesia. Tahun 2020, penduduk Kepulauan Riau berjumlah 2.064.564 jiwa, dengan kepadatan 252 jiwa/km2, dan 58% orangnya berada di kota Batam. Provinsi Kepulauan Riau usai mengalami pemekaran wilayah menjinjing dampak terhadap pergeseran tertentu secara kolektif yang sudah diwarisi turun temurun. Secara biasa bentuk permainan rakyat yang terdapat di Provinsi Kepri mampu dibagi dalam 3 kalangan besar, yakni Permainan Anak-anak, Permainan Ketangkasan, dan Permainan didalam dan diluar ruangan. Semua permainan ini memiliki nilai budaya yang terkandung didalamnya, seperti nilai kejujuran, solidaritas, kerjasama dan lain sebagainya. Permainan ini juga bekerjsama memiliki faedah yang bagus bagi perkembangan anak secara mental maupun fisik. Perkembangan kecerdasan anak melalui permainan yang memerlukan strategi untuk mengalahkan lawan serta pertumbuhan mental anak dengan melatih ketekunan serta kreatifitas anak. Permainan rakyat yang ada di Provinsi Kepulauan Riau, diantaranya: Daftar isi : Adu Buah Para Biji Tempurong Canang Cok Lele Congkak Galah Panjang Gasing Goli Jengket Kelereng Batu Leletop Lomba Kolek Lu lu Cina Buta Perahu Jong Porok Sekacak Silat Pengantin Tuju Lubang 1. Adu Buah Para Sumber: Permainan bocah Adu buah para ialah salah satu permainan bawah umur yang memakai buah karet sebagat alat permainannya. Arti buah para sendiri ialah buah karet atau biji karet, jadi permainan ini bermakna mengadu buah karet., Permainan ini mampu dijumpai di seluruh Kepri. Cara memainkannya diawali dengan undian (sud) dan siapa yang menang dia yang jalan apalagi dahulu dan yang kalah mesti merelakan biji karet jagoannya diletakkan dibawah biji karet yang menang sud tadi. kemudian biji karet yang disusun dua tingkat ditumbuk dengan ujung tangan bab bawah,bila belum ada yang pecah maka bergantian menumbuk biji karet hingga salah satu biji karet ada yang pecah dan biji karet yang tidak pecah menjadi pemenang. Pohon karet sangat banyak terdapat didaerah Riau, buah karet tersebut berjatuhan dari pohonnya dan diambil oleh anak-anak untuk dimainkan dan dipertandingkan. 2. Biji Tempurong Biji Tempurong yakni permainan yang hanya terdapat di Kabupaten Lingga utamanya di kawasan Daik sekitarnya. Disebut dengan nama biji tempurong karena alat yang digunakan untuk permainan ini yaitu buah biji tempurong (kata tempurong, dalam hal ini tidaklah sama dengan kata tempurung untu k menyebutkan batok kelapa). Permainan ini mampu dimainkan oleh beberapa orang, umumnya minimal 3 orang. Masing- masing pemain berperan secara indivudu dalam sebuah pertarungan untuk mengungguli permainan. Permainan dapat dikerjakan pada siang atau sore hari di lapangan terbuka. Cara bermaian: Sebelum dimulai pertandingan harus disiapkan bagan lapangan permainan yang berupa suatu garis start, garis leng (garis mati) dan sebuah lubang (diameter lebih besar sedikit dari biji tempurong atau sekitar 10 – 15 cm) Jarak antar garis sudah disepakati bersama. Umumnya antara lubang dengan garis lempar sekitar 2 hingga 3 meter. Sedangkan jarak lubang dengan garis mati sekitar 30 cm. Setiap pemain menjinjing sendiri biji tempurong yang akan dimainkan Permainan dimulai dengan memasukkan biji tepurong oleh seluruh pemain, caranya dengan melemparkan biji tempurong ke dalam lubang yang telah disiapkan. Setelah semua pemain melemparkan biji tempurong, kemudian dilihat keberadaan posisi biji. Yang mampu memasukkan biji tempurong ke dalam lubang merupakan pemenang yang berhak memangkah/menghantam biji yang lain. Hal yang unik ialah, bila jarak hasil lemparan buah tempurong ke dalam lubang sekitaran telapak kaki, maka pemukul mesti menghantam atau melempar buah musuh melalui selangkang kaki atau menunging. Pelempar musuh ialah hasil lemparan buah yang terdekat dengan lubang. Permainannya dengan cara memangkah (menghantam dengan cara dilempar pada target) buah yang terdekat dengan buah pertama. Jika kena maka yang memangkah akan menang, bila tidak kena maka jarak terdekat kedua yang menjadi pemain untuk melaksanakan pemangkahan pada biji lainnya. Pihak yang kena dibilang lenget (kalah). Demikian dilaksanakan sampai semua pemain final melakukan pemangkahan atau dipangkah. Setelah permainan pada babak pertama maka diulang kembali dari permulaan untuk melaksanakan pelemparan ke dalam lu bang sebagaimana urutan permainan dari awal hingga tamat. (sumber: http://disbud.kepriprov.go.id/biji-tempurong/ ) 3. Canang Permainan Canang ialah permainan yang berasal dari Bunguran Barat, Pulau Tujuh, Kepulauan Riau. Awalnya Permainan ini dilakukan oleh anak nelayan dan anak petani dengan cara menikam atau melempar. Selain bersifat menghibur bagi pemain dan penontonnya, permainan ini juga berfaedah untuk melatih kecerdasan dan kemahiran. Permainan ini merupakan permainan yang sangat diminati oleh para kaum ningrat pada zaman kekuasaan Sultan Riau abad XVIII, sehingga sangat berkembang sampai ke seluruh lapisan penduduk . Permainan bisa dijalankan secara individual atau berkelompok yang terdiri dari 2 sampai dengan 5 orang. Alat permainan canang yaitu induk canang adalah pemukul dan anak canang yaitu yang dipukul. Permainan ini dapat dimainkan oleh laki-laki atau wanita yang berusia antara 7 s/d 20 tahun dengan jumlah pemain 2 sampai 5 orang. Untuk memainkannya tidak membutuhkan kawasan yang luas sehingga dapat dimainkan di banyak sekali daerah seperti, tubuh-badan jalan, lembah, lereng gunung, ataupun pantai. Sementara, alat yang digunakan berupa dua buah kayu canang yang ukurannya berbeda. Kayu yang panjang disebut induk canang dengan ukuran sekitar 30 cm dan lebar 2,5 cm. Sedangkan kayu yang lebih pendek disebut anak canang berskala kurang lebih 18 cm dan lebar 0,75 cm. Kelengkapan yang lain yaitu sebuah lubang berukuran panjang kurang lebih 30 cm, lebar kurang lebih 5 cm, dan dalam kurang lebih 3-5 cm. Lubang ini dibentuk di pangkal arena sebagai sentral atau pusat arena. Selain itu, ada sebuah garis batas tikam atau biasa disebut garis benteng. Garis ini berfungsi selaku penentu sah atau tidak jatuhnya kayu canang yang dilentingkan oleh pemain. Aturan bermain - Permainan canang dapat dibagi menjadi dua, yaitu beraje (perseorangan) dan berundung (beregu). Beraje lazimnya dilakukan oleh pria dengan jumlah 2-5 orang. Sedangkan, berundung dikerjakan oleh laki-laki dan wanita secara bersamaan dengan jumlah 3-5 orang. Mengingat bahwa berundung melibatkan dua jenis kelamin yang berlawanan maka harus ada pemisahan yang tegas antara kelompok pria dan wanita karena tidak baik kalau dalam satu golongan ada jenis kelamin yang berbeda. Apalagi, kalau yang main itu telah menginjak remaja. ( Sumber : Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Riau, 1984, Permainan Rakyat Daerah Riau, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.) 4. Cok Lele Cok lele permainan jaman dahulu yang dimainkan sebagian anak-anak yang tinggal di kampung. Dimainkan oleh 3 sampai 6 orang, pria dan wanita dengan rentang usia antara 4 sampai 12 tahun. Alat yang digunakan ialah sebuah benda yang dapat disembunyikan di telapak tangan mirip guli atau kerikil. “ Yang jadi ” harus mampu menebak letak benda itu di antara para pemain tersebut. Jika tebakan tepat maka “ yang jadi ” bergantian terhadap orang yang mampu ditebak tersebut. Aturan permainan: Sebelum memulai tebakan maka dinyanyikan lagu sambil menaruh benda tersebut di di genggaman diantara para. Pemain berdekatan dengan posisi jongkok atau duduk saling berhadapan. Sebelum permainan, ditentukan siapa yang akan “ Yang jadi ” dengan melakukan hompimpa dan sut. Setelah itu dengan memanfaatkan benda bisa guli atau benda lainnya dipakai sebagai alat untuk pemain yang hendak ditebak oleh “ yang jadi ”. Adapun lagu yang dinyanyikan yaitu: Sepiring dua piring Serampang tuhan-yang kuasa Tak ada sirih kuning Tak ada pinang bau tanah Cok lele dam dum Cok lele dam dum Pecah pele lentam lentum Selesai menyanyikan lagu .” Yang jadi ” pribadi menebak letak benda yang disembunyikan tersebut berada ditangan siapa diantara para pemain itu. Jika tebakannya sempurna maka yang jadi akan berubah orang. Jika tidak tepat maka permainan diulang dari awal. Demikian permainan itu dilaku kan secara berulang. 5. Congkak Congkak ialah suatu permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam nama di seluruh Indonesia. Biasanya dalam permainan, sejenis cangkang kerang digunakan sebagai biji Congkak dan bila tidak ada, kadang masa digunakan juga biji-bijian dari tumbuh-flora dan kerikil-kerikil kecil. Di Jawa, permainan ini lebih diketahui dengan nama congklak, dakon, dhakon atau dhakonan. Di beberapa kawasan di Sumatra yang berkebudayaan Melayu, permainan ini diketahui dengan nama congkak. Di Lampung, permainan ini lebih diketahui dengan nama dentuman lamban, sedangkan di Sulawesi permainan ini lebih dikenal dengan beberapa nama: Mokaotan, Maggaleceng, Aggalacang dan Nogarata. Dalam bahasa Inggris permainan ini disebut Mancala. Bahannya terbuat dari kayu dengan bentuk papan yang panjang yang dilubangi sebanyak 14 lubang sebagai anak dan 2 lubang selaku lubang induk,yang terletak di ujung kiri dan ujung kanan, cara memainkannya cukup mudah, dimainkan oleh 2 orang dan pemain secara bergantian memainkan buah dengan mengisi lubang, tiap lubang diisi dan pemenangnya adalah yang berhasil mengisi buah terbanyak dilubang induk. Permainan di dulunya dimainkan oleh anak raja, permainan ini mampu ditemui di nyaris seluruh kawasan Kepri. 6. Galah Panjang Sumber: id.wikipedia.org Galah Panjang ialah permainan tradisional yang menggunakan lapangan berupa sisi empat berpetak-petak. Setiap garis dijaga oleh pihak penjaga, pihak yang masuk mesti melewati garis dan jikalau kena sentuh oleh penjaga maka mesti diganti. Di Indonesia permainan ini biasanya dinamakan Gopak Sodor yang diambil dari dua kata, adalah gobak dan sodor. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gobak artinya permainan tradisional yang menggunakan lapangan berbentuk segi empat berpetak-petak. Sedangkan kata Sodor artinya menyodorkan ke depan atau mengulurkan tangan. Petugas yang berjaga memberikan tubuh dan tangannya bertugas untuk menyentuh pihak yang mencoba melewati garis. Di Kepulauan Natuna permainan ini diketahui dengan nama Galah , sementara di Riau dikenal namanya Galah Panjang . Di Jawa Barat namanya itu Galah Asin , di Makasar ada Asing , dan di daerah Batak Toba disebut permainan Margala . 7. Gasing Gasing adalah permainan yang memakai tali dan kayu yang dibuat sebagai alat permainannya. Cara memainkannya yakni dengan dipukul menggunakan teknik tertentu sehingga bisa berputar di atas sebuah landasan. Riau mempunyai beberapa bentuk gasing mirip bentuk Paras Gantang, Limau Manis, Janda Berhias, Batu Dacing, dan Tawak. Gasing dibuat dari kayu, kayu tersebut dikikis sampai membentuk pipih, tali gasing dibentuk dari kulit kayu. Tali Gasing umumnya memiliki panjang 1 meter. Gasing dimainkan dengan 2 cara, cara pertama disebut Gasing Pangkah , ialah dimainkan dengan melemparkannya semoga mengetuk gasing lawan, sedangkan Gasing Uri dipertandingkan dengan menguji ketahanan gasing berputar. 8. Goli Goli memiliki berbagai macam sinonim mirip lelereng, gundu, keneker, kaleci, guli adalah bola kecil dibentuk dari tanah liat, marmer atau beling untuk permainan anak-anak. Ukuran kelereng sangat beragam. Umumnya ½ inci (1.25 cm) dari ujung ke ujung. Kelereng kadang-kadang dikoleksi, untuk tujuan nostalgia dan warnanya yang estetik. Cara Bermain : Bentuk permainan yang biasa dimainkan yaitu main porces. Cara permainannya dengan menggambar segitiga sama kaki ditanah lalu masing-masing pemain meletakkan sebuah kelerengnya diatas gambaran segitiga tersebut. Buah pasangan namanya, buah kelereng yang dipertaruhkan. Peserta, tergantung jumlah pemain. Biasanya paling sedikit tiga pemain dan paling banyak idealnya enam pemain. Kalau lebih dari itu dibuat dua kalangan. Permainan dimulai dengan cara masing-masing pemain menggunakan suatu kelereng selaku gacoannya lalu melempar buah pasangan tersebut dari jarak dua atau tiga meter .Pemain secara bergantian melempar sesuai urutan menurut hasil undian dengan laga sut jari tangan Pelemparan gaco dilaksanakan dengan membidik dan melempar keras dengan maksud perihal buah pasangan atau supaya hasil lemparan mendarat dilapangan permainan terjauh. Selanjutnya yang memulai permainan ialah siapa yang sukses perihal buah pasangan, dialah mendapat giliran pertama.. Kalau tidak ada yang mengenai buah pasangan ,maka yang mulai bermain ialah gacoannya yang terjauh. Pemain harus berusaha menghabiskan buah pasangan diporces pada ketika giliran bermain. Ada yang sekali giliran main sudah mampu menghabiskan semua buah pasangan. Tanda beliau pemain yang cekatan. Berbagai taktik untuk menang dilakukan ,antara lain kalau tidak mau mengejar gacoan lawan , maka pilihannya yaitu menembakkan gacoan ketempat yang kosong untuk disembunyikan agar tidak dapat dimatikan oleh lawan-musuh main. Pemain yang mampu menghabiskan buah pasangan terakhir dilanjutkan berburu menembak gacoan lawan . Pemain yang gacoannya kena tembak maka gacoannya mati ,selesailah permainannya pada game tersebut. 9. Jengket Jengket yaitu permainan anak tradisional yang populer di Indonesia, khususnya di masyarakat pedesaan. terdapat beberapa nama untuk [permainan ini di antaranya: Statak dan engklek. Permainan Jengket digolongkan dengan permainan hiburan yang dilakukan saat senggang oleh anak laki-laki dan wanita berjumlah 2 hingga 4 orang dengan usia 6 hingga 12 tahun. Alat yang digunakan untuk permainan ini ialah kerikil yang pipih atau bisa juga penggalan genting/piring atau kaca yang kemudian disebut dengan ucak , lalu diatas tanah dibuat garis yang dibuat sesuai permainan, biasanya permainan ini dimainkan oleh anak wanita. Permainan Statak ini hampir dijumpai di seluruh tempat di Riau. Sebelum permainan dimulai, belum dewasa lazimnya sesungguhnya menggaris tanah untuk membuat lapangan permainannya. Kemudian setiap anak akan merencanakan ucak atau gacuk yang dibuat dari potongan piring lalu diasah dan dibulatkan yang digunakan sebagai penikam. Pada permainan setatak ada beberapa urutan permainan yang mau dilakukan, adalah : Ucak tikam pada petak 1 sampai petak 9, kemudian kembali ke petak 5 hingga petak 1, loncat sebelah kaki sambil menjepit gacuk pada jari kaki. Ucak ditaruh di telapak tangan dan loncat sebelah kaki untuk naik dan turun lapangan. Tingkop ucak 5 kali dengan lambungan ucak di belakang telapak tangan, tangkap dengan telapak tangan. Ucak dikenakan pada lengan yang ditelentangkan bersahabat siku. Ajukan tangan ke wajah ke samping, loncat sebelah kaki. Turunkan ucak dari tangan, sambut dengan telapak tangan itu juga. Ucak diletakkan di kepala, berlangsung umummelewati lapangan. Jatuhkan ucak dari kepala dan sambut dengan tangan. Ucak ditaruh pada belakang kaki kanan dan melompat dengan kaki kiri. Ucak yang di belakang kaki, lambungkan ke atas, tangkap dengan ajudan. Ucak dipegang di telapak tangan, loncat dengan kaki sebelah kiri. Meraba-raba ucak di petak bintang. Dengan mata terpejam, membelakangi petak bintang hingga duduk mencangkung tangan meraba-raba untuk mengambil ucak di petak bintang. Ucak dilambung sambut dengan belakang telapak tangan. Sambil membelakangi arena permainan mengambil ancang-ancang untuk menikam bintang. Ambil bintang. Bintang ialah biji kemenangan bagi permainan setatak, petak-petak yang mau direbuti bintang-bintang. Penentuan kalah menang dalam pertarungan ini yaitu yang terbanyak memiliki bintang dari 10 petak. 10. Kelereng Batu Permainan kelereng watu yakni permainan rakyat masih disenangi anak-anak pria dan perempuan di halaman sekolah maupun lapangan yang luas pada sore dan malam terang bulan. Jumlah pemain antara 2 hingga 5 orang yang berusia 7 sampai 12 tahun, oleh semua lapisan penduduk . Kelereng yang dibuat dari adonan semen dengan kapur, bentuknya yang lingkaran sebesar ibu jari kaki, atau yang dibuat dari kerikil kali, yang di bentuk sedemikian sehingga menyerupai kelereng yang bahu-membahu, dan akhir-final ini telah memakai kelereng yang yang dibuat dari kaca sebesar telunjuk tangan saja. Setiap pemain diwajibkan mempunyai kelereng 1 buah untuk satu orang. Mereka menyiapkan lapangan dengan menggaris bulat yang berjari-jari sekitar 5 meter (tergantung jumlah pemain), dan menciptakan lubang dengan diameter 12 hingga 14 cm pada tengah-tengah lapangan. Mereka memulai permainan dengan melaksanakan undian. Para pemain secara tolong-menolong berupaya memasukkan (menikam) kelereng dari garis batas lingkaran ke dalam lubang tengah, yang terdekat dengan lubang dinyalakan selaku pemain urutan pertama dalam melakukan permainan dan terdekat kedua yaitu selaku pemain kedua dan seterusnya sesuai jumlah pemain. Permainan ini yaitu permainan memasukkan kelereng ke dalam lubang dan mengenakan kelereng lawan secara terus-menerus, jikalau tidak berhasil maka ia disebut mati langkah, permainan digantikan oleh pemain berikutnya. Pemain yang mencapai nilai gim tertentu (sesuai dengan yang disepakati = nilai 7) maka dinyatakan menang. Setiap mengenakan kelereng lawan atau memasukkan kelereng ke lubang akan menerima nilai masing-masing l, dan biJa dapat memasukkan kelereng ke lubang saat melaksanakan undian maka nilainya pribadi 7. Hukuman pada pemain yang kalah dikerjakan dengan menyentik kelerengnya ke tangan pemain yang kalah atau mengambil kelereng pemain yang kalah. Permainan ini sungguh disenangi anak-anak sampai dikala ini dan permainan sejenis banyak dijumpai pada daerah lain di Indonesia, cuma aturan mainnya yang sedikit berganti. (Sumber : http://www.ihwal.co/2011/08/permainan-kelereng-watu-permainan-tradisional-riau/ ) 11. Leletop Leletop ialah salah satu permainan anak. Dinamakan leletop alasannya permainan ini mengeluarkan suara meletup. Sebutan lain permainan ini disebut juga dengan nama buloh, mungkin alasannya materi dasar dari permainan ini yaitu dari batang bambu/buloh sehingga nama pohon itu menjadi sebutan permainan ini. Permainan ini biasanya hanya dimainkan oleh anak laki- laki alasannya adalah permainan ini lebih mengarah pada permainan perang-perangan atau berburu. Permainan ini mampu dimainkan oleh individu atau berkelompok. Alat yang digunakan : Bambu kecil berdiameter lobangnya sekitar 1 cm atau lebih kecil Bambu yang ukuran lebih kecil yang gunanya sebagai pendorong yang dimasukkan ke dalamnya dengan panjang menyesuaikan bambu induk. Putik bunga jambu selaku peluru, namun jikalau tidak ada dapat juga menggunakan kertas yang dibasahi dengan air. Cara menciptakan Leletop : Bambu yang berukuran diameter lobangnya paling besar 1 cm di potong menjadi 2 buah, yang satu kira-kira panjang 3 0 c m, sedangk an yang satu lagi selaku pegangan yang gunanya sebagai gagang untuk memasukkan pendorong, panjangnya cuma sepanjang telapak tangan atau sekitar 7 – 10 cm. kedua bagian itu merupakan satu kesatuan yang nantinya dipakai secara berbarengan. Cara bermain : Setiap pemain mesti mempunyai leletop masing-masing yang dapat dibentuk sendiri atau dibuatkan oleh orang tua mereka. Ukuran leletop atau buloh adalah sekitar 30 cm. diameter lubang yang digunakan terbesar sekitar 1 cm atau lebih kecil agar bunga jambu mampu menempel pada lubang leletop tersebut. Selain batang bambu kecil dengan ukuran tersebut, juga dibentuk pendorong dari batang bambu yang lebih kecil yang mampu masuk p ad a lu ban g bambu i n d u k y an g telah d i bu at sebelumnya. Akan lebih baik jikalau ukurannya sangat pas sehingga menunjukkan bunyi yang nyaring. Untuk peluru digunakan bahan buah bunga jambu air atau buah kecil yang masih berbentuk bunga. Selain menggunakan buah bunga jambu dapat juga meng- gunakan kertas yang dibasahi. Cara memainkannya adalah, buah bunga jambu yang sudah ditawarkan sebelumnya ditaruh di bagian depan lubang. Selanjutnya diketok pakai gagang pendorong hingga mampu muat masuk untuk didorong. Setelah bunga jambu itu pas didepan lubang dan tinggal disorong, maka ditembakkan dengan dimasukkan pendorong bambu kecil dan didorong dengan cepat, maka akan keluar suara meletup. Dar… (suaranya unik dan khas) Biasanya sasaran tembakan bermacam-macam, atau dikerjakan sebagai senjata dalam permainan perang- perangan antara mereka dalam bermain. (Sumber : http://disbud.kepriprov.go.id/leletop/ ) 12. Lomba Kolek Sumber: Cerita2Samudra Lomba Kolek ialah kontes dayung bahtera tradisonal di aliran sungai yang deras ataupun di pantai, pesertanya laki-laki usia 15-40 tahun. lomba Kolek lazimdiadakan oleh penduduk yang bermukim di pulau-pulau kecil di kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Lompa Kolek mampu disaksikan di pantai Lubuk Puding, Pulau Buru, kecamatan Buru. Permainan ini tersebar meluas dari karimun sampai ke daerah Kundur, Batam dan Tanjungpinang. Pada lazimnya permainan ini hanya dimainkan oleh para nelayan yang mendiami perkampungan di tepi pantai. Pada zaman dulu lomba kolek diadakan semata-mata untuk menjajal perahu eksklusif selepas turun galang saja, dan cuma dijalankan oleh para nelayan dengan kolek nelayannya. Tapi usang kelamaan, permainan ini kian disukai memasyarakat, sehingga menjadi perlombaan yang disenangi oleh kaum istana di zaman kekuasaan Sultan Riau pada abad XVII. Beberapa benderapun dipasangkan selaku penanda lintasan kontes. Sementara, para akseptor diwajibkan menggunakan pelampung sebagai alat keselamatan. Peraturan Lomba : Sebelum kolek dilepaskan untuk berlomba, semua disiapkan di pantai dengan kalangan masing-masing yang terdiri dari 4-5 buah kolek untuk diperlombakan menurut jenisnya, dalam keadaan semua masih belum terpasang. Setelah pluit dibunyikan, maka para pelaku menurunkan koleknya masing-masing dan pribadi memasang layar serta tali temalinya. siapa yg tamat duluan ia eksklusif melaut. Dari gerbang keluar pantai itu mereka gotong royong berpacu kearah pancang belok, dan memutar disana serta merobah arah ke pancang lewat yang terletak ditengah arena. Dari sini pribadi ke pancang putar. Dari pancang putar, yang ialah jarak tempuh simpulan itu, kolek-kolek berpacu ke gerbang masuk dan akibatnya finish di pantai tempat semula kolek itu bertolak. Perlombaan ini dianggap batal kalau pesertanya : Pada tiap putaran tidak mengitari arah keluar tonggak dan jika kolek tenggelam sebelum finish. Perlombaan dibilang menang, jikalau akseptor meraih finish dan melewati gerbang masuk menurut urutannya. 13. Lu lu Cina Buta Lu Lu Cina Buta merupakan permainan tradisional yang dimainkan oleh bawah umur. Kata " Cina Buta " ini berawal dari dongeng seorang Tionghoa yang mau menikahi sementara perempuan Islam yang bercerai dengan talak tiga. Dalam Islam, wanita yang telah dicerai dengan talak tiga tidak dapat rujuk kembali dengan suami terdahulu sebelum menikah dengan laki-laki lain. Karena itu kebanyakan penduduk tidak akan mau menikahi sementara wanita tersebut walaupun dibayar. Karena itu orang yang akan menikah sementara tersebut dijadikan olok-olok masyarakan dan dianggap " buta ". Lulu Cina Buta Permainan ini diambil dari kata dasar ” buta ” yang bermakna tidak mampu melihat . Permainan ini dijalankan oleh anak laki-laki dan perempuan Sekolah Dasar. Permainan ini menggunakan alat yang sederhana yaitu cukup dengan selembar sapu tangan. Kemudian menciptakan batas lingkaran di tanah sebesar garis tengah sekitar 2 1/2 meter selaku lapangan bermain. Permainan lulu cina buta paling sedikit diikuti oleh 3 orang anak dan bisa pula hingga 6 orang anak jumlahnya. Untuk menentukan siapa yang jadi ” buta ” maka diadakan apalagi dulu hompipa yang kalah dalam hompipa dialah yang menjadi ” buta ”. Oleh salah satu temannya si buta yang kalah dalam hompimpa tadi ditutup matanya memakai sapu tangan dengan beberapa lipatan dan ujung sapu tangan diikat dibelakang kepala si buta. Si buta harus benar benar tidak mampu menyaksikan keadaan sekitar sebab sudah ditutup memakai sarung tangan. Dengan instruksi dari salah seorang temannya yang menyampaikan ”sudah” maka permainan dimulai. Si buta akan merentangkan tangannya berusaha untuk menangkap salah seorang temannya yang ada didalam bundar tersebut. Temannya akan berlari-lari menghindari tangkapan si buta. Apabila si buta sukses menangkap salah seorang temannya maka dia boleh meraba-raba temannya yang tertangkap dan menebak siapa sobat yang ditangkapnya. Apabila betul nama yang si buta sebutkan maka temannya itu akan menjadi sibuta tetapi bila salah maka sibuta akan tetap menjadi sibuta. Begitulah cara permainan lulu cina buta itu secara bergantian memegang tugas si buta sampai mereka telah puas bermain. Kandungan nilai yang ada pada permainan ini ialah nilai-nilai pendidikan, jerih payah, memupuk perilaku kebersamaan, melatih daya ingatan, kejujuran, sportifitas, dan mempererat persahabatan. 14. Perahu Jong Sumber : http://disbud.kepriprov.go.id/permainan-bahtera-jong/ Perahu Jong yakni permainan kontes perahu layar yang biasanya dijalankan warga pesisir terutama kalangan muda-mudi di Kepuluan Riau. Perahu Jong yang ialah miniatur bahtera layar, tidak dikemudikan insan, tetapi sangat bergantung arah angin. Permainan Jong dulu cuma untuk menghilangkan penat di abad sore hari sesudah melaut, para nelayan bermain jong dengan empat atau lima orang di pesisir pantai. umumnya dengan bahan pohon pulai (kayu pulai ) atau kayu mentangoh. Setiap Jong dimainkan oleh seorang pemain. Dalam permainan perlombaan jong penerima lomba bisa dikerjakan hingga beberapa orang bahkan hingga puluhan orang. Permainan ini hanya dimainkan oleh kaum pria, baik belum dewasa atau akil balig cukup akal. Dalam perlombaan lazimnya dilaksanakan oleh orang remaja, bagi bawah umur permainan ini cuma sebatas hiburan belaka. Tidak cuma di Kabupaten Lingga, permainan ini juga terdapat dibeberapa tempat yang lain dalam komunitas masyarakat Melayu yang hidup di tepi pantai/maritim. Namun bentuk jong yang terdapat di Kabupaten Lingga mempunyai ciri tersendiri yang dibentuk sedemikian rupa sehingga terlihat lebih cantik dan indah. 15. Porok Porok yakni suatu permainan rakyat yang terdapat di Selat Panjang Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Bengkalis serta pada lain di Kepulauan Riau. Permainan porok ialah olahraga rakyat secara tradisional yang bersifat hiburan bagi pemain dan penonton. Permainan porok masih populer di tempat-kawasan terpencil namun jarang dijumpai di kota-kota Kepulauan Riau. Permainan porok umumnya dimainkan oleh orang-orang yang tinggal di daerah pinggiran bahari yang hanyak ditanami oleh kelapa, sehingga mudah menerima tempurung. Permainan ini memakai tempurung kelapa, di mana setiap pemain memiliki 3 hingga 4 buah tempurung selaku alat permainan. Peserta permainan terdiri dari 3 sampai 8 orang secara perorangan atau beregu oleh anak pria, anak perempuan maupun campuran pria dan wanita yang berusia 8 hingga 40 tahun. Terlebih dulu semua pemain melaksanakan undian. Pemenang undian berhak membawa tempurung apalagi dahulu disebut penentu. Untuk permainan perorangan, undian dijalankan dengan melerengkan tempurung permainannya secara bersama-sama ke gawang sentra yang sudah disepakati bersama, yang paling erat dengan pusat yaitu orang yang pertama membawa tempurungnya kemudian disertai orang kedua, ketiga dan seterusnya. Untuk permainan beregu (berpehak), adalah dengan mengadu tempurung kedua regu, tempurung yang terlentang adalah pihak pemenang (pehak lapang) dan tempurung yang tertelungkup adalah pihak yang kalah (penjaga). Pihak yang kalah menaruh tempurungnya pada daerah jaga, lalu pemenangnya akan mengenakannya dengan tempurungnya sendiri dengan 3 tahapan yaitu melereng, mengareng dan merasuk. Bila dalam tahapan tersebut di atas pihak pemenang dapat mengenakan tempurung pihak yang kalah maka ia menyatakan “porok” dan sekaligus mendapat nilai. Saat pemenang melaksanakan penendangan, maka pihak yang kalah akan berusaha untuk menghalang- halangi agar gagal dan bila pihak lawan gagal maka permainannya dinyalakan mati dan terjadi perubahan tugas. Demikian permainan ini berjalan saling bergantian dan berusaha mengumpulkan nilai sebanyak-banyaknya untuk dinyatakan selaku pemenang dalam permainan porok. (Sumber : http://www.ihwal.co/2011/12/permainan-porok-permainan-tradisional-riau/ ) 16. Sekacak Sekacak yakni permainan pentasatau hiburan yang mampu dimainkan oleh anak pria ataupun perempuan. Alat yang dipakai untuk bermain yaitu benda bundar pipih yang yang dibuat dari buah sekacak yang diberi dua buah lubang di bab tengahnya. Kedua lubang tersebut nantinya akan dimasuki benang. Sebagian orang menyebutnya dengan permainan pites . Disebut pites karena alat yang digunakan adalah tutup botol (tutup lemon) yang dipipihkan sebagai pengganti buah sekacak. Cara bermain: Tangan kanan dan kiri masing-masing memegang ujung benang. Kedua tangan menarik dan mengulur secara terus menerus hingga buah atau tutup botol berputar. Kecepatan putaran sekacak diputuskan oleh kecepatan tangan menawan dan mengulur tali. kian cepat mempesona maka putaran akan makin cepat, begitupun sebaliknya jika tarikan diperlambat maka putaran sekacak akan semain menurun. Permainan dapat di tandingkan dengan cara mengadukan buah sekacak atau tutup lemon pada biji durian, bagi yang sukses memecahkan biji durian maka dialah pemenangnya. (Sumber : http://disbud.kepriprov.go.id/sekacak/ ) 17. Silat Pengantin Silat pengantin merupakan tradisi yang digelar oleh penduduk Lingga dalam perhelatan Nikah kawin, silat yang dikerjakan ini untuk menyambut pengantin pria menuju ke pelaminan. Tidak hanya itu Silat pengantin digelar untuk menyambut tamu-tamu besar yang datang ke negeri Bunda tanah Melayu. Jenis Silat Pengantin bermacam-macam tergantung dari Aliran masing-masing kawasan setempat, namun Silat Pengantin ini masih dapat dijumpai disetiap perhelatan maupun program besar dan acara pemerintahan dalam penyambutan Tamu. Silat Pengantin dilakukan pada ketika perhelatan acara nikah kawin pada rangkaian metode adat perkawinan Melayu di Daik lingga, namun juga dijalankan pada saat menyambut tamu-tamu besar. Pada rangkaian Tata cara Adat Perkawinan Melayu Lingga Silat pengantin ini lazimnya dikerjakan pada kegiatan mengirim pengantin laki-laki ke rumah pengantin perempuan. Ketika sampai di rumah mempelai wanita, rombongan pengantin laki-laki disambut dengan aktivitas bersilat dari kedua belah pihak untuk beberapa menit oleh 1 atau lebih orang. Bersilat akan diiringi musik pengiring adalah Gendang panjang sebanyak 2 (dua) buah, Gong, dan Serune/Nafiri. Ini melambangkan sebuah simbol bahwa pengantin datang ke kawasan yang aman dari segala musuh. Sebelum Silat dimulai diawali dengan berbalas pantun antara pihak perempuan dan pihak laki-laki. Pada awalnya pesilat berhadapan di depan pengantin pria atau tamu dengan melaksanakan sembah, selaku bentuk penghormatan bagi pengantin atau tamu. Kemudian pesilat melaksanakan rangkaian gerak silat yang ialah rangkaian beragam gerakan silat dari masing-masing kawasan lokal. Pakaian para pesilat adalah baju Kurung Melayu, lengkap berkain dengan berikatkan buku bemban atau selempet. (sumber : http://disbud.kepriprov.go.id/silat-pengantin/ ) 18. Tuju Lubang Tuju lubang adalah permainan rakyat yang terdapat di Sedanau Kecamatan Bunguran Baiat Kepulauan Riau. Permainan tuju lubang lazimnya dimainkan oleh anak- anak tanggung yang bertempat tinggal di pantai ataupun yang berdekatan dengan maritim. Dimainkan oleh sesama anak laki-laki atau sesama anak perempuan yang berusia 6 hingga 20 tahun dengan jumlah 2 sampai 5 orang secara individual. Permainan tuju lubang dimainkan untuk mengisi kekosongan waktu bermain-main di pantai Di sana mereka hersuka ria sambil memungut kulit kerang dan siput untuk dijadikan benda permainan. Lapangan daerah bermain disebut jembang ialah tanah datar 3 x 1 meter dan dibuat lubang lebih kurang sebesar telur ayam sedalam 2 ruas jari telunjuk. Dari arah tempat menikam dibuat sebuah garis yang disehut garis batas tikam. Dari situlah pemain menikam buah permainannya. Sebagai alat penikam dibentuk dari benda yang lebih bagus dari benda permainan seperti kulit kerang yang mengkilap dan cantik, cuilan beling atau duit ringgit perak. Para pemain sama-sama menaruh benda permainan (tagan) sejumlah yang disepakati. Kemudian dijalankan undian, masing-masing menghujamkan alat penikamnya ke arah lubang. Yang paling akrab dengan lubang merupakan urutan yang apalagi dahulu melakukan permainan. Bila tikaman pemain berikutnya mengenai penikam pemain yang lain disebut pantis, pengundian semuanya diulang dan bila ada beberapa orang memasukkan penikamannya ke lubang maka urutan yang digunakan adalah urutan yang apalagi dahulu memasukkan alat penikamnya. Seluruh tagan (benda permainan) digenggam sebelah tangan, lalu dicampakkan ke lubang, tagan yang masuk ke lubang menjadi milik penikam. Tagan yang di luar lubang harus ditikam yang sebelumnya ditunjuk oleh lawan main. Bila kena maka seluruh tagan yakni milik penikam. Bila tidak kena, maka gilirannya penikam pada giliran berikutnya. Demikianlah permainan ini dilakukan, setiap permainan permulaan dimulai dengan undian untuk memilih urutan penikam. Menang-kalah dalam permainan tuju lubang adalah berdasarkan jumlah tagan yang dimilikinya. (sumber : http://disbud.kepriprov.go.id/tuju-lubang/ ) Sumber https://sarankeuangan.blogspot.com
Selasa, 21 Januari 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon