Indonesia telah secara drastis memajukan layanan kesehatannya dalam dekade terakhir. Pengeluaran pemerintah untuk perawatan kesehatan yakni sekitar 3,1% dari total produk domestik bruto pada 2018. Sejarah Pada 2019, ada 2.813 rumah sakit di Indonesia, 63,5% di antaranya dikerjakan oleh organisasi swasta. Pada 2012, menurut data dari Kementerian Kesehatan Indonesia, ada 2.454 rumah sakit di seluruh negeri, dengan total 305.242 daerah tidur, angka 0,9 kawasan tidur per 1.000 penduduk. Sebagian besar rumah sakit berada di daerah perkotaan. Menurut data Bank Dunia 2012, ada 0,2 dokter per 1.000 orang, dengan 1,2 perawat dan bidan per 1.000 orang di Indonesia. Dari 2.454 rumah sakit di Indonesia, 20 telah terakreditasi oleh Joint Commission International (JCI) pada 2015. Selain itu, ada 9.718 Puskesmas yang didanai pemerintah yang terdaftar di Kementerian Kesehatan Indonesia, yang menawarkan layanan kesehatan dan vaksinasi yang komprehensif bagi masyarakatdi tingkat kecamatan. Praktik kesehatan tradisional dan terbaru dipakai. Baca Juga: Menguak Sejarah Berdirinya A&W, Restoran Cepat Saji Dengan Hot Dog Lezat Sistem kesehatan penduduk Indonesia dikontrol dalam tiga tingkatan: di atas grafik yakni Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), disertai oleh Sub-Pusat Kesehatan di tingkat kedua, dan Pos Terpadu Tingkat Desa di tingkat ketiga. Cakupan Kesehatan Universal Pada 2010, diperkirakan 56% orang Indonesia, khususnya pegawai negeri, berpenghasilan rendah, dan mereka yang mempunyai cakupan swasta memiliki beberapa bentuk asuransi kesehatan. Angka ini diperkirakan akan mencapai 100% pada tahun 2019, mengikuti penerapan tata cara pinjaman asuransi kesehatan sosial universal yang diluncurkan pada 2014. Tujuannya ialah untuk memperlihatkan layanan gratis untuk semua rawat inap di rumah sakit dasar (kelas-3 daerah tidur rumah sakit). Penyediaan layanan kesehatan di Indonesia secara tradisional telah terpecah-pecah, dengan asuransi swasta disediakan bagi mereka yang bisa membayarnya bersama dengan cakupan lazim dasar bagi penduduk yang paling miskin di penduduk dan LSM yang melakukan pekerjaan di bidang khusus memberikan layanan kepada mereka yang tidak dicakup oleh skema publik atau swasta. Pada Januari 2014, pemerintah meluncurkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), suatu denah untuk menerapkan perawatan kesehatan universal. Baca Juga: Menguak Sejarah Berdirinya Pizza Hut, Franchise Pizza Paling Populer di Dunia Diharapkan bahwa pengeluaran untuk perawatan kesehatan akan meningkat sebesar 12% per tahun dan meraih US $ 46 miliar per tahun pada tahun 2019. Di bawah JKN, siapa pun Indonesia akan menerima cakupan untuk berbagai perawatan melalui layanan kesehatan dari penyedia layanan publik serta organisasi swasta yang sudah memilih untuk bergabung dengan denah ini. Karyawan yang dipekerjakan secara formal membayar premi senilai 5% dari gaji mereka, dengan 1% dibayar oleh karyawan dan 4% dibayar oleh majikan mereka. Pekerja informal dan wiraswasta mengeluarkan uang premi tetap bulanan antara Rp. 25.500 sampai Rp. 59.500. Namun, bagan tersebut telah dikritik karena terlalu ambisius, kurangnya kompetensi dalam administrasi, dan kegagalan untuk menanggulangi kebutuhan untuk memajukan infrastruktur kesehatan di kawasan terpencil. Seorang pejabat untuk organisasi penyelenggara program, badan jaminan sosial Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS), sudah menyatakan bahwa JKN melampaui target untuk mendaftarkan anggota di tahun pertama (mendaftarkan 133,4 juta anggota daripada sasaran 121,6 juta) dan bahwa , menurut survei independen, tingkat kepuasan pelanggan ialah 81%, kesadaran JKN ialah 95%, dan bahwa keluhan sudah diselesaikan dalam rata-rata satu setengah hari. JKN dibutuhkan akan dikerjakan secara sedikit demi sedikit. Ketika tahap permulaan mulai berlaku pada Januari 2014, 48% dari populasi negara itu menjadi tertutup. Pada April 2018, bagan ini memiliki 195 juta pendaftar (75% dari populasi). Diharapkan bahwa seluruh populasi akan dicakup pada 2019. Baca Juga: Sejarah Berdirinya IKEA, Perusahaan Perabotan Rumah Tangga Terbaik di Dunia Pada 2016, acara BPJS mengalami defisit lebih dari enam triliun rupiah. Namun, defisit membengkak menjadi 32 triliun cuma dalam tiga tahun. Sebagai tanggapan, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengembangkan premi bulanan untuk terusan sebesar 80 hingga 100%. Sebagian melihat langkah itu selaku beban bagi warga berpenghasilan rendah dan menengah. Kesehatan Mental Sebelas persen populasi negara Indonesia menderita kelainan mental, dengan lebih dari 19 juta orang berusia 15 atau lebih. Gangguan neuropsikiatrik di Indonesia diperkirakan berkontribusi 10,7% dari penyakit beban. Jelas ada kesenjangan di departemen kesehatan mental yang tidak dapat diabaikan, dengan banyak dari mereka yang mewakili kesenjangan kesehatan mental di Asia Tenggara secara keseluruhan. Kebijakan kesehatan mental di Indonesia gres-baru ini direvisi pada tahun 2001. Sejak itu, negara telah mengalami pergantian besar dalam semua faktor sebagai suatu negara. Ekonomi Indonesia sudah terus berkembang dalam dekade terakhir. Dari segi kesehatan, Indonesia telah mengalami banyak wabah H5N1, dengan jumlah kasus manusia yang tercatat tertinggi dari virus ini di dunia. Bangsa ini sungguh terpengaruh oleh tragedi tsunami pada tahun 2004. Masih ada banyak faktor yang telah mengubah kehidupan masyarakat Indonesia, yang akhirnya mempengaruhi status kesehatan mental penduduk secara signifikan sejak tahun 2001, yang menyerukan kebijakan kesehatan mental yang lebih diperbaharui. Ada sejumlah kecil dana yang diperuntukkan untuk kesehatan mental. Total pengeluaran kesehatan yakni 2,36%, dan kurang dari 1% dari itu dipakai untuk kesehatan mental. Undang-undang kesehatan mental Indonesia mempunyai persoalan yang serupa yang disebutkan di atas yang dihadapi Asia Tenggara selaku sebuah kawasan. Hukum jauh dari apa yang dapat dianggap lengkap dan adil, dan pasal-pasal yang dimasukkan tidak dipraktikkan dan diperkuat dengan baik. Pada tahun 1966, Indonesia jauh di depan negara-negara lain di daerah ini dengan memiliki undang-undang kesehatan mental yang terpisah dari undang-undang kesehatan umum, yang memberikan peluanguntuk perluasan sistem kesehatan mental. Namun, undang-undang tersebut dicabut pada tahun 1993 dan diintegrasikan ke dalam undang-undang kesehatan biasa . Kesehatan mental kini cuma menempati empat artikel dalam undang-undang kesehatan ketika ini. Artikel-artikelnya terlalu luas, mengakibatkan kesulitan aplikasi dan implementasi. Pasal 26 menyatakan bahwa nyaris setiap orang dapat meminta perawatan dan rawat inap untuk orang-orang dengan gangguan mental, tetapi tidak menyebutkan persetujuan orang tersebut. Dengan melaksanakan hal itu, Pasal 26 membuat kesan bahwa individu yang sakit mental umumnya dianggap berbahaya bagi penduduk sebab mereka perlu dipaksa untuk dirawat. Situasi ini sejalan dengan stigma negatif yang terkait dengan gangguan mental dan diuraikan nanti dalam makalah ini. Juga, Pasal 27 menyatakan bahwa pemerintah akan memberikan dekrit presiden untuk peraturan dan manajemen kesehatan mental, namun tidak ada yang dijalankan. Ada juga masalah dengan aksesibilitas dan kualitas perawatan kesehatan mental. Pelatihan in-service resmi tidak banyak diberikan kepada profesional perawatan primer. WHO melaporkan pada 2011 bahwa antara 2006 dan 2011, secara umum dikuasai dokter dan perawat layanan primer belum menerima pembinaan semacam itu. Hanya ada satu rumah sakit kesehatan mental per lima juta orang dan satu psikiater yang bekerja di sektor kesehatan mental pada sepuluh juta orang. Selain jumlah psikiater yang tidak sebanding di antara populasi, psikiater juga tidak terdistribusi dengan baik di negara ini. Hingga 2011, tidak ada psikiater di kawasan pedesaan, sementara setengahnya terfokus di ibu kota Jakarta, dan sisanya di Yogyakarta, dan kota paling besar kedua, Surabaya. Situasi ini membuat penghalang bagi pasien kesehatan mental yang mencari santunan resmi. Referensi: https://en.wikipedia.org/wiki/Healthcare_in_Indonesia Sumber https://sarankeuangan.blogspot.com
Sabtu, 25 Januari 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon